Kamis, 22 Maret 2012

Dampak Revolusi Mesir Bagi Minoritas


By. Josua Sihotang
21 Maret 2012



  Telah memasuki tahun kedua ketika tuntutan Revolusi di Mesir mulai berkumandang. Revolusi yang biasa dikenal "Arab Spring" merambah ke seluruh negara-negara Arab bahkan negara-negara mayoritas Muslim. Dari Maroko hingga Mesir, dari Yaman hingga Siria. Ribuan orang telah menjadi korban, belum lagi korban material yang tak terhitung nilainya. Ketika kekosongan kepemimpinan ini terjadi suatu bangsa akan mengalami masa transisi menuju suatu bentuk pemerintahan yang (mungkin) baru. Bangsa Indonesia juga telah mengalami masa-masa suram ketika Revolusi 1965 terjadi. Demonstrasi rakyat di jalan-jalan akibat krisis ekonomi dan ketidakstablian kondisi keamanan nasional adalah reaksi nyata menuntut transformasi secara fundamental.

  Banyak orang percaya revolusi adalah buah dari demokrasi, dimana rakyat memiliki hak untuk mengekspresikan pendapatnya. Pemberontakan di Mesir ini dianggap telah membangkitkan kembali semangat hubungan dasar dan historis antara massa pemberontak dan demokrasi. Namun apakah demokrasi ini berlaku bagi seluruh rakyat Mesir?

  Kenyataannya revolusi ini justru membuat 8 juta orang Kristen ketakutan. Di bulan Oktober 2011, 8 bulan setelah penggulingan Presiden Mubarak, 26 orang anggota Gereja Coptic terbunuh di Maspero. Ribuan orang Kristen turun ke jalan menuntut keadilan akibat pembakaran, pengrusakan bahkan usaha pemboman Gereja yang terjadi sebelumnya. Pasukan keamanan Mesir menembak secara membabi buta ke arah demonstran, bahkan 3 mobil baja polisi merangsek ke arah demonstran. Bahkan satu orang mati tergilas. Ironisnya, kejadian ini berlangsung setelah sekumpulan orang Muslim melemparkan batu dan bom molotov ke arah demonstran.

  Grup dibalik Revolusi di Mesir ini adalah Muslim Brotherhood (Ikhwanul Muslimin). Dibentuk di Mesir pada tahun 1928, IM adalah suatu gerakan Islam yang global dan revolusional yang didisain untuk membuka jalan bagi Khalifa Islam (Global Islamic Caliphate) dibawah hukum Shariah. Awalnya gerakan ini bertujuan untuk menyebarkan moral-moral dan pekerjaan-pekerjaan baik secara Islam, akan tetapi kemudian berubah dan ikut berpartisipasi di politik, terutama sekali perjuangan untuk menyingkirkan pengaruh Inggris dan negara Barat dari Mesir. Setelah usaha mereka untuk membunuh Preisden Gamal Abdul Naser di tahun 1954 gagal, IM dilarang eksis dan kemudian ribuan anggotanya dipenjara dan disiksa. Sejak saat itu IM bergerak bawah tanah.
IKhwanul Muslimin menyuarakan 5 garis fundamental:
*Allah adalah tujuan kami; Nabi Muhammad adlaah penuntun kami; Qur'an adalah konstitusi kami; Jihad adalah jalan kami; Martir bagi kebesaran Allah adalah ambisi terbesar kami.

  Ketakutan orang-orang Kristen di Mesir semakin nyata karena signal IM akan mengubah sistem pemerintahan yang sekuler menjadi Shariah telah menggaung di seluruh Mesir. Di bulan Januari 2012, Associated Press (AP) melaporkan bahwa "Grup fundamentalis ini telah meredakan isu akan legislasi secara Islamic, akan memfokus pada perbaikan ekonomi Mesir." Namun di bulan Februari 2012, Reuters menggambarkan situasi lain "sesudah berbulan-bulan meredam kritikus sekuler, politisi Islam di Tunisia dan Mesir telah mulai menandai bagaimana Muslim cenderung menginginkan agama lebih dari sebelumnya."

  Dengan tenggat waktu menuju politik, koalisi Tunisia dipimpin oleh partai reformis Islam Ennahda dan kepala persaudaraan Muslim Mesir yang berpengaruh menyatakan penekanan kuat pada Islam dalam pemerintahan. Partai tersebut juga menyatakan "menggunakan Shariah Islam sebagai dasar prinsip dari undang-undang akan menjamin kebebasan, keseimbangan sosial, konsultasi, hak azasi manusia dan bartabat semua orang baik laki-laki dan perempuan." Namun tidak dikatakan bagaimana ketat atau longgarnya peraturan terkait.

  Hingga saat ini setidaknya IM beroperasi di 80 negara termasuk USA. Ironisnya pemerintahan Obama menilai bahwa IM bukan gerakan radikal seperti yang dikatakan James Clapper (Director of National Intelligence) di bulan Februari 2011, "sebuah grup yang heterogen, sekuler dan jauh dari kekerasan." Hal ini kontradiksi dengan realita, dimana IM mendukung dan mempromosikan gerakan penggulingan kekuasaan otoriter secara radikal di Mesir, Libya bahkan di Siria.

  Populasi Kristen di Mesir yang berjumlah + 10% dari total, telah mengalami persekusi secara dramatis. Tekanan bahkan kekerasan yang lambat laun semakin meningkat mengakibatkan banyak orang Kristen yang melarikan diri dari Mesir. Rif'at Al-Said, pemimpin partai Al-Tagammu, sebuah partai sekuler progresif, setuju bahwa tidak ada pihak yang menjamin keamanan Coptic Christians, dan beberapa sudah meninggalkan Mesir. Ia berkata tentang 'perjanjian aneh' antara IM dengan Salifis, menggembar gemborkan Osama Bin Laden dan mengibarkan bendera Taliban, mencatat kemudian bahwa IM berdiri tanpa lawan terhadap 'Tentara Salib" di Tahrir Square.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar