Selasa, 30 April 2013

UK Shark is bigger than a Great White - Sharks - BBC


Label

Lambang Kebaikan Dan Kehidupan Itu Kini Jadi Tabu

29 April 2013
Sumber : wnd.com



Bendera adalah lambang dari suatu negara, lambang jatidiri dan integritas, perlambang kejayaan, kemakmuran dan kebanggaan rakyatnya. Kebanyakan orang percaya bahwa corak dan bentuk sebuah bendera dibentuk atau dibuat tidak secara kebetulan. Demikian juga Merah Putih, yang walaupun berawal dari bendera Belanda, adalah perlambang bangsa yang berani, tidak pantang mundur, gigih namun tetap dilandasi hati yang tulus. Namun ada juga bendera yang menjadi lambang kenistaan, ketabuan sekaligus saksi bisu kekejaman seorang pemimpin: Swastika! Simbol dari Partai Nazi di tahun 1920. 



Sejarah Awal

Bukti awal arkeologi menyatakan ornamen bentuk swastika berawal pada  peradaban Indus Valley juga pada zaman purbakala klasik Mediteran. Swastika juga digunakan di peradaban kuno lainnya termasuk Cina, Jepang, India dan Eropa Selatan. Namun tetap digunakan dalam agama India, secara spesifik di Hindu, Buddha dan Jainisme, utamanya sebagai sebuah simbol tantra untuk membangkitkan shakti atau simbol keramat dari kesuburan atau kesejahteraan. 

Kata "swastika" datang dari Sanskrit svastika - "su" artinya "baik" atau "sejahtera/subur", "asti" artinya "menjadi", dan "ka" sebagai tambahan. Arti harfiahnya adalah "menjadi baik". Atau translasi lain dapat diuraikan: "swa" adalah "diri yang lebih tinggi", "asti" artinya "menjadi", dan "ka" sebagai tambahan, jadi artinya dapat diinterpretasi "menjadi diri yang lebih tinggi".

Di era 1800-an, negara-negara di sekitar Jerman tumbuh lebih besar, membentuk kerajaan, namun Jerman bukanlah negara bersatu hingga tahun 1871. Untuk mengatasi perasaan kerentanan dan stigma pemuda, nasionalis Jerman di pertengahan abad kesembilan belas mulai menggunakan swastika, karena memiliki asal usul kuno Aryan/India  untuk mewakili sejarah panjang Jermanik.

Pada akhir abad kesembilan belas, swastika dapat ditemukan pada majalah nasionalis Jerman völkisch  dan merupakan lambang resmi dari Liga Pesenam Jerman.
Pada awal abad kedua puluh, swastika adalah simbol umum nasionalisme Jerman dan dapat ditemukan di banyak tempat seperti lambang untuk Wandervogel, sebuah gerakan pemuda Jerman, pada Joerg Lanz von Liebenfels' majalah antisemitisme Ostara; pada berbagai unit Freikorps, dan sebagai lambang Thule Society.


Arti Warna Pada Swastika Ditinjau Dari Kosmologi

Menurut Profesor Jean Haudry, tiga fungsi atau sistem kasta dari Arya kuno diwakili oleh tiga warna yang menonjol di antara berbagai bangsa Indo-Eropa. Ketiga warna kosmik ini adalah putih, merah dan hitam atau biru. Putih mewakili imam atau pemimpin rohani, merah mewakili prajurit dan hitam atau biru produsen. Kasta di Indian Kuno dinamai varna dan Avestic pistra, keduanya berarti warna.

Secara signifikan, bendera-bendera nasional dari bangsa-bangsa Eropa saat ini menggabungkan skema ini, yaitu Kroasia, Republik Ceko, Perancis, Islandia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Negara Federasi Rusia, Serbia (meskipun mahkota emas ditumpangkan), Slovakia, Slovenia, Inggris, Mordovia (bagian dari Rusia), Piedmont (bagian dari Italia), Udmurtia (bagian dari Rusia dan merah, putih dan hitam), Kepulauan Faroe (milik Norwegia), Republik Srpska, Sealand (merah, putih dan hitam). 

Secara historis tentu saja bendera Konfederasi Jerman Utara (1866-1871), First Reich (1871-1918) dan Third Reich (1933-1945) adalah merah, putih dan hitam.

Sesudah Perang Dunia Pertama, munculnya Weimar Republik (1919-1933) dan Bundesrepublik (1945-seterusnya) tentu saja mendistorsi skema warna ini disaat kesadaran rasial yang nyata dari orang-orang Jerman telah terdistorsi dan dikorupsi. Beberapa orang percaya bahwa skema ini hanya kebetulan semata atau hanya dipilih untuk alasan estetika. Akan tetapi jelas warna-warna ini berada dan menempati tempat yang penting dalam Kesadaran Kolektif dari orang-orang Aryan Eropa. 

Profesor Haudry menyatakan bahwa ketiga warna tersebut juga menyimbolkan tiga dunia yang nyata atau utama, putih untuk langit, merah untuk dunia tengah (Midgaard) dan hitam untuk dunia bawah (neraka?). Haudry juga mengatakan dalam The Indo-Europeans: "Pembagian ini mungkin hasil dari penempatan tiga dunia itu dalam relasi dengan ketiga fungsi tersebut, tapi jika dasar naturalistik sudah seharusnya ada, anggapan tersebut mungkin dijustifikasi dengan kosmologi sesuai kearah mana tiga langit itu berotasi mengelilingi bumi, dengan hari-langit, "embun-putih, malam-langit hitam, dan diantaranya sebuah senja-langit merah. Yang terakhir ini menjadi acuan awal dari istilah "reg-os: the root "reg-berarti mewarnai merah", Ved rajyati." Sebagai bagian dari Woden's Maennerbund kami memasukkan tiga warna dalam simbolisme kami dan tentu saja setiap hari dengan memakai warna hitam mendominasi kebiasaan berpakaian saya. Seperti Arya dan prajurit Wodenic yang terbangun, kita menggabungkan semua tiga warna, semua ketiga fungsi-fungsi itu kedalam bangsa Aryan Bersatu kami secara kolektif dan dalam diri kami secara individu."

Cukup menarik membaca pekerjaan Haudry, dimana Ormadzd atau Ahura Mazda berdasarkan Zend Avesta memakai pakaian putih imam, merah pada prajurit dan biru pada pria menikah ketika menciptakan dunia. Dalam dunia Jermanik kita dinformasikan oleh Tacitus dalam Germanianya bahwa masyarakat Jermanik memiliki tiga divisi; Ingaevenes, Hermiones dan Istvaeones. 

Dalam bukunya "Mein Kampf" tentang pentingnya skema warna di bendera Swastika, Hitler berkata: "Dan Simbol itu benar-benar ada! Tidak hanya suatu warna-warna yang unik, dimana kita semua begitu mencintai dan menggapai begitu banyak kehormatan untuk orang Jerman, membuktikan penghormatan kita untuk masa yang lalu, mereka juga adalah perwujudan dari keinginan suatu gerakan. Sebagai Nasional Sosialis, kita melihat program kita dalam bendera kita. Dalam warna merah kita melihat ide sosial gerakan, dalam putih ide nasionalistis, di swastika misi perjuangan untuk kemenangan orang Aryan."  


Konflik Arti Swastika

Terjadi debat sengit saat ini apakah arti swastika sekarang. Selama 3000 tahun, swastika berarti positif, kehidupan dan keberuntungan. Namun karena Nazi artinya berubah menjadi kematian dan kebencian.
Konflik ini justru dirasakan langsung oleh orang beragama Buddha dan Hindhu. Buat mereka swastika adalah simbol religius yang sering digunakan. Chirag Badlani pernah bercerita, suatu saat ketika ia pergi membuat potokopi untuk kepentingan kuilnya. Ketika berdiri mengantri, beberapa orang berdiri di belakangnya dan melihat sati dari gambar-gambar yang akan dikopi berbentuk swastika. Serentak ia disebut seorang Nazi.

Sayangnya, para Nazi dulu begitu efektif menggunakan simbol swastika, dimana banyak orang tidak tahu arti sesungguhnya dari swastika.
Dapatkah dua arti yang mutlak berbeda untuk satu simbol?



Rabu, 24 April 2013

PM Jerman : "Bangsa-Bangsa Uni Eropa Harus Bersiap Menyerahkan Hak-Hak Berdaulatnya"

24 April 2013
Sumber : Reuters


Perdana Menteri Jerman Angela Merkel Senin minggu kemarin berkata, bahwa dalam upaya Uni Eropa untuk mengatasi krisis ekonominya, anggota-anggota zona eropa sebaiknya bersiap untuk "menyerahkan kontrol atas domain kebijakan tertentu ke lembaga-lembaga Eropa," demikian dilansir Reuters (Catatan Editor : Kutipan tersebut adalah kesimpulan apa yang dikatakan Merkel, bukan kata-kata sebenarnya).
"Kita seakan-akan menemukan solusi di saat kita menatap ke jurang," kata Merkel di sela-sela sebuah acara yang dituanrumahi oleh Deutsche Bank di Berlin. "Akan tetapi tepat setelah tekanan berlalu, orang-orang ingin pergi dengan cara mereka sendiri."
"Kita ingin bersiap untuk menerima bahwa Eropa berada pada kondisi genting di beberapa bagian. Jika tidak kita takkan bisa terus membangun Eropa," ia tambahkan.

Perdana Menteri Polandia Donald Tusk, yang juga berbicara pada event itu, memberikan pengecualian dari apa yang disampaikan Merkel. Ia menjelaskan bahwa akan menjadi "berbahaya" jika negara-negara Uni Eropa lain merasa Jerman memaksakan model ekonominya keseluruh blok," dikutip Reuters.

Kanselir Jerman dengan nada datar menyatakan bahwa hal ini tak akan terjadi. Ia juga berkata bahwa masyarakat majemuk Eropa dan kulturnya harus mengorientasikan dirinya kearah "best practices."
"Artinya Jerman  menyetujui suatu single market untuk servis, pasar tenaga kerja umumnya dan sistem-sistem jaminan sosial yang kompatibel lagi, sehingga bangsa Eropa dapat bergerak dari satu negara bagian ke lainnya tanpa kawatir akan pensiunnya," demikian ditambahkan.

Merkel dalam kutipannya juga membela pendekatan Jerman terhadap krisis ekonomi Uni Eropa, dengan argumentasi bahwa kritikannnya jelas salah jika mereka menuduhnya terlalu menekan program rencana penghematan (austeriti).

Merkel berkata, "Eropa harus menemukan cara bagi finansial yang solid dan bertumbuh."
Pemimpin-pemimpin negara-negara Eropa akan bertemu kembali di Brussels Belgia pada bulan Juni untuk mendiskusikan penetapan "fiscal union". Hal itu dipercaya, bahwa pertemuan "fiscal union" itu akan terbukti tidak produktif, umumnya karena perbedaan-perbedaan antara orang-orang Jerman yang pro-austeriti dan pemerintah Sosialis Perancis.
Akhir-akhir ini seringkali chaos terjadi di Eropa. Uni Eropa harus membuat aturan dan negara-negara tersebut seharusnya berlandaskan pada aturan ini. Pernyataan Merkel sepertinya adalah cara taktis untuk meredam pasar obligasi.

Di lain puhak, Inggris dan Belanda protes terhadap pengaruh institusi-institusi Eropa yang masif. Meskipun demikian, kekuatan Eropa tidak begitu mempengaruhi Angela Merkel. Dibutuhkan sebuah pengorbanan besar dari kedaulatan nasional.

Anshu Jain, CEO dari Deutsche Bank
tampaknya berada di luar dunia lain, karena ia justru memuji Merkel hingga ke langit walaupun melihat keadaan chaos yang berlangsung di Eropa: "Jika saat ini saya travel ke Eropa dan Amerika, investor-investor yang skeptis pun mengganggap zona Eropa tidak lagi beresiko bahaya serius. Dan itu hal yang bagus."

Hal ini mungkin bahwa Merkel ingin euro tetap berputar  hingga memunculkan keputusan bahwa Jerman dapat membuat loncatan dari euro sehingga orang lain juga ikut berpartisipasi.
Munculnya Partai anti-euro AFD dapat berguna. Berdasarkan survei terakhir dari Handelsblatt, 19% orang Jerman memilih Partai ini.

Rabu, 17 April 2013

Sukses Namun Tidak Bahagia

By. Josua Sihotang
16 April 2013
Sumber : Suddeutsche



Mereka hidup jauh lebih baik dari kebanyakan anak-anak di seluruh dunia, dengan gizi yang lengkap dan pembinaan sejak usia dini yang terarah, namun masih tidak cukup. Mereka merasa tidak bahagia! Dampak kemajuan teknologi atau tuntutan pergeseran sosio kultur?



Demikian sebuah studi yang disampaikan UNICEF - organisasi PBB untuk anak-anak - pada minggu lalu. Sebuah berita yang cukup miris bagi negara Jerman yang menganggap bahwa situasi yang menyangkut generasi muda terus diawasi dan diperbaiki. Satu dari 7 anak-anak Jerman menilai situasi kehidupan mereka antara biasa-biasa saja hingga negatif. Terdapat gap yang besar antara kondisi hidup eksternal dan kepuasan hidup.

Faktor penilaian terhadap kualitas hidup; seperti kemiskinan, kesehatan atau pendidikan; Jerman berada pada posisi ke-6, naik dari posisi ke-8 di tahun 2010. Jika dinilai dalam 5 parameter utama, yaitu pendidikan, kesehatan dan jaminan hidup, resiko dan perilaku, tempat tinggal, lingkungan, Jerman naik dari peringkat 8 ke peringkat 6. Berdasarkan skor Pisa-Test, anak-anak sekolah di Jerman memiliki penilaian yang lebih baik dibandingkan negara-negara industri lainnya dan lebih sedikit menjadi perokok. Kehamilan usia dini yang biasanya terjadi pada tingkat ekonomi bawah mengalami penurunan ke posisi 11.





Secara keseluruhan, survey yang dilakukan terhadap 176000 anak-anak usia 11-15 tahun yang diambil secara acak dari 29 negara-negara Eropa ini menempatkan Jerman di peringkat 22, jauh menurun dibandingkan tahun 2007 yang berada di posisi ke-12.

Posisi pertama ditempati Belanda dan posisi terakhir Rumania. Yang sangat mengejutkan justru yang dialami oleh negara-negara adidaya seperti Amerika di posisi ke-23. Mungkin saja hal tersebut akibat krisis ekonomi sejak tahun 2008, namun sebaliknya negara Spanyol berada di posisi ke-3 disusul Yunani di posisi ke-5 dan Portugal di tempat ke-21. Seperti diketahui, ketiga negara tersebut mengalami kebangkrutan yang paling parah diantara negara-negara anggota Euro Union. Adakah faktor ekonomi mempengaruhi dilema ini?
Mengapa anak-anak Jerman merasa begitu tidak bahagia padahal secara teknologi saat ini mereka tak akan kehabisan akal untuk memanfaatkan fasilitas yang ada?


Situasi Kritis Bagi Orangtua Tunggal

Kekawatiran ini dilayangkan Hans Bertram, salah seorang anggota Komite Unicef Jerman dan juga seorang Profesor dari Berliner Humboldt-Universitaet: "Anak-anak Jerman menggambarkan situasi mereka sangat buruk, membuat kita harus berpikir keras dan bertanya-tanya. Terus berkonsentrasi pada prestasi dan kesuksesan formal menjadi penyebab utama, sehingga anak-anak dan para remaja merasa terabaikan. Lembaga sumber daya kita jelas gagal untuk memberi harapan dan prospek anak-anak tersebut suatu partisipasi yang layak dan setara."

Penulis dari studi ini memandang masalah ini tidak bisa ditinjau dari prestasi formal saja. Sejumlah besar orang-orang muda merasa tertutup dan tidak ada keinginan untuk membaur dalam suatu komunitas. Dr. Juergen Heraeus, kepala Unicef untuk Jerman berkata, "Studi ini menunjukkan bahwa politik tidak bisa mengabaikan data-data yang ada. Kita harus lebih lagi memperhatikan anak-anak dan memberi kesempatan yang banyak untuk membuka diri."

Sebagai kesimpulan dari analisa tersebut, Kinderhilfswerk (badan publik sosial untuk anak-anak) menuntut pemerintah federal mempromosikan kesehatan yang memadai bagi anak-anak, memperkuat hak-hak untuk anak dan berjuang melawan garis kemiskinan anak. Kebijakan itu secara spesifik harus mendukung keluarga yang lemah ekonominya terutama mereka yang orangtua single.

Akan tetapi, Politik, Media dan Riset Anak-Anak tidak bisa mengevaluasi hanya dari perspektif dari prestasi mereka. Kesejahteraan anak-anak harus ditunjang melalui prinsip dari kebijakan nasional, negara bagian dan organisasi publik, demikian ditulis Hilfswerk di website mereka.


Perbandingan Dengan Negara Eropa Lain

Di lain hal, orangtua di Jerman tidak tahu bagaimana menantang kultur materialis yang mereka lihat di sekitarnya. Kontras dengan keluarga-keluarga di negara Swedia dan Spanyol.
Salah satu alasan prestasi anak-anak di kedua negara ini lebih baik, berdasarkan Studi Unicef di tahun 2011, adalah bahwa kedua negara tersebut "memproteksi waktu keluarga" dan anak-anak "punya waktu aktivitas bersama."
Di Swedia, kebijakan sosialnya mengijinkan waktu keluarga dan kulturnya semakin diperkuat. Di Spanyol, bapak-bapak bekerja sepanjang waktu, akan tetapi keluarga masih tetap sangat penting dan para ibu tinggal di rumah untuk mengurus anak-anak.

Beberapa laporan berargumen bahwa kombinasi antara tekanan dari lingkungan kerja dan materialismus merusak kondisi mental anak-anak, "mereka ingin atensi kami tetapi kami memberi mereka uang." 
sial dan psikologi Jerman juga angkat bicara. Mereka mendasari masalah ini akibat kurangnya waktu di dalam keluarga. Fasilitas-fasilitas teknologi seperti komputer dan smartphone lebih mendominasi waktu anak-anak yang seharusnya digunakan untuk berkomunikasi dengan keluarga. Ada juga yang menganggap situasi di sekolah membuat mereka tidak puas, karena materi pelajaran dan tugas-tugas rumah yang begitu banyak. Namun ada satu alasan yang menarik yang disampaikan Dr. med. Michael Winterhoff, seorang psikiater anak-anak dan remaja. "Mayoritas anak-anak saat ini berkembang sejak usia dini. Anda bisa mendapatkan semuanya tanpa harus bekerja. Hasilnya, mereka juga belajar untuk merasa puas ketika mereka telah mencapai suatu goal."

Kesimpulannya, sepertinya, adalah bahwa orangtua terlalu sedikit memberi waktu dalam keluarga dan terlalu banyak pada bentuk materi. Unicef menggambarkan sebuah bentuk dari suatu negara yang punya prioritas salah, menukar waktu yang berkualitas dengan anak-anak untuk "laci yang penuh dengan mainan-mainan mahal yang tidak dipakai." 
Para orangtua di Jerman ingin menjadi orangtua yang baik, tapi tidak tahu bagaimana. Mereka merasa tidak punya waktu  dan kadangkala tidak ada pengetahuan mendidik anak, dan bahkan mencoba mengkompensasinya dengan cara membeli barang-barang teknologi dan pakaian.
Dengarkan uraian kebanyakan anak-anak yang diinterview, bahwa barang-barang material tidak membuat mereka bahagia!

Dilema ini juga terjadi di seluruh negara maju, dan bahkan mulai dialami di negara-negara berkembang. Dengan kemajuan peradaban teknologi dan pergeseran nilai-nilai budaya akan mengakibatkan anak-anak generasi sekarang terjebak dalam suatu siklus dari konsumsi kompulsif sebagaimana para orangtua memandikan mereka dengan hadiah-hadiah sebagai ganti waktu yang tersita di pekerjaan.


Anak Adalah Tanggung Jawab Orangtua


Sebagian besar orang percaya bahwa anak-anak dianugerahkan Tuhan kepada kita sebagai harta yang harus dipelihara, sebagai milik pusaka. Kualitas manusia tergantung dari kemampuan orangtua mengembangkan kepribadian sejak kecil. Sikap yang penuh peduli, tanggung jawab, disiplin, murah hati dan respek adalah nilai-nilai yang harus ditanamkan kepada anak-anak dimana hanya orangtua yang bisa melakukannya. Di sini mungkin juga celah permasalahannya. Di Jerman, seorang anak benar-benar dilindungi hak-haknya. Jika ia mengalami tindakan fisik dari orangtua, ia bisa mengadukannya ke Badan Perlindungan Anak (Kindesamt) dan meminta perlindungan penuh dari pemerintah. Sejak itu pemerintah akan mengambil alih peran orangtua. Akan tetapi bisakah tali cinta kasih yang mengalir dalam darah dapat digantikan orang lain? Sebaliknya di Indonesia, akibat tuntutan ekonomi kedua orangtua harus merelakan waktunya di luar rumah, sehingga peran orangtua justru diambil alih oleh nenek atau bahkan pembantu.

Pentingnya orangtua mencurahkan energi dan cinta untuk membesarkan anak-anak mereka sudah pasti diterima oleh seluruh lapisan pemerintah dan seluruh spektrum, akan tetapi memaksimalkan pendapatan dan mendorong konsumsi dianggap sebagai komponen yang juga penting bagi pertumbuhan ekonomi bangsa dan masyarakat. Jika 20 tahun yang lalu seorang pekerja biasa memanfaatkan waktu efektivitas kerjanya selama 8 jam perhari, saat ini bisa mencapai 10 jam, itupun belum dihitung di akhir minggu.
Jadi, siapkah kita menerima pergeseran kultur ini?

Jumat, 05 April 2013

Energi Angin Jauh Amat Mahal Bagi Jerman

By. Josua Sihotang
5 April 2013
Sumber : Niedersaechsische Nachrichten


Usaha untuk mengerem naiknya harga listrik tak dapat direalisasi karena adanya ketidaksepahaman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebelum Pemilu. Keragu-raguan muncul, kemana revolusi energi akan mengarah. Ancaman angka kematian akibat tingginya biaya energi angin lepas pantai?


Tuntutan Badan Perlindungan Konsumen Menghentikan Energi Lepas Pantai Atau Export Energi Yang Berlebihan.


Untuk melindungi masyarakat dari naiknya harga listrik, pihak Badan Perlindungan Konsumen Jerman di Berlin menuntut untuk menghentikan proyek-proyek baru yang berkaitan dengan Energi Angin Lepas Pantai. "Konstruksi instalasi kincir angin di lepas pantai ternyata lebih banyak salah arah dan teknologi", demikian analisa yang dijabarkan oleh Perhimpunan Badan Perlindungan Konsumen Jerman.

"Secara internasional angin laut yang paling baik terletak dekat pantai, namun karena di Jerman terdapat area Mudflat* maka hal ini tidak berlaku," demikian ahli energi Holger Krawinkel menulis dalam analisisnya. Semakin cepat penarikan dari pengembangan lepas pantai akan disepakati, semakin rendah konsekuensi negatif berkaitan dengan biaya. Hanya setelah pertemuan puncak energi yang gagal dengan Angela Merkel, harus dipertimbangkan  arah perubahannya.

Adapun tenaga angin lepas pantai pada awal feed-in** tarif sangat tinggi dibayar, diharapkan beban tambahan dapat diantisipasi. Biaya akan dibagi berdasarkan per alokasi 'green electricity'*** terhadap harga listrik nasional. Dalam upaya untuk mempercepat koneksi jaringan di laut, juga awal tahun ini,  mengarah ke penilaian khusus, yaitu biaya rumah tangga rata-rata per tahun naik hampir € 9 orang.

Sementara itu, kemarin dikonfirmasi angka dari awal tahun, dimana Jerman yang semakin memperbesar area lahan untuk energi terbarukan angin dan solar mendapat surplus export listrik sejak tahun 2008. Surplus tersebut sebesar 22,8 Terawatt hour (TWh) hampir 4 kali lebih besar dari tahun 2011, demikian statistik dari pemerintah negara bagian di Wiesbaden. Jerman di tahun 2012 menghasilkan surplus perdagangan listrik hingga 1,4 billion euro - walaupun mereka telah menutup 8 instalasi nuklirnya di tahun 2011.

Dalam beberapa tahun terakhir, hanya di tahun 2006 dan 2008 masing-masing memiliki surplus sebesar 22.9 TWh. Namun yang perlu diperhatikan, bahwa biaya energi listrik terbarukan ini membebani konsumen sebesar 20 milliar euro hanya untuk tahun itu saja - menyusul tekanan untuk memotong mahalnya ekspansi offshore. Sejauh ini, pemerintah federal berencana membangun instalasi di North Sea dan Baltic Sea dengan kapasitas 10000 MW hingga tahun 2020 dan bahkan 25000 MW hingga 2030. Hingga saat ini hanya 200 MW saja.

Di bidang industri saat ini diharapkan hanya antara 6000 hingga 8000 MW saja sampai tahun 2020. Terutama di daerah pesisir pantai banyak perusahaan industri offshore yang tidak independen, disinyalir dapat menghasilkan lapangan pekerjaan yang besar.
Hingga tahun 2030, dibutuhkan sekitar 3880 km untuk menghubungkan area lahan energi angin yang berfungsi untuk mengumpulkan listrik dan mengkonversikannya untuk transportasi.

Perdana Menteri Mecklenburg-Vorpommern Selle Ring (SPD) tidak mengabaikan konstruksi lahan sea-wind tersebut. Ia memperingatkan  akan rencana ekspansi tenaga angin ini, "membangun suatu perbedaan buatan antara onshore dan offshore." Instalasi turbin angin di laut lepas pantai diasosiasikan sebagai gangguan terhadap populasi, namun kebalikannya jika melihat angin semakin kencang dan dapat diandalkan.



Keuntungan Bagi Konsumen

Walaupun 8 instalasi nuklir ditutup, republik federal Jerman justru lebih banyak mengeksport listriknya daripada mengimport, akan tetapi para konsumen tidak mendapat keuntungan atas harga eksport listrik ini. Itu sebabnya eksport listrik ini kontradiksi dengan analisa dari badan perlindungan konsumen tersebut, analisa produksi tenaga angin di lepas pantai yang dijelaskan salah baik secara ekonomi dan teknologi.

Ekspansi tersebut secara keseluruhan tidak mempunyai konsep yang masuk akal, bahwa lahan angin offshore yang dibuat ketika kapasitas jaringan belum sempurna untuk mentransportasikan listrik yang dieksport bagi mereka yang membutuhkan  adalah kesalahan fatal secara ekonomi. Jika revolusi energi ingin sukses, masyarakat juga layak diikutsertakan. Pada akhirnya harga listrik semakin lama akan terus membebani rakyat.

Pendapat ini juga sama dengan  yang diutarakan Profesor Gordon Hughes, seorang Profesor Ekonomi dari universitas Edinburgh terkait isu Global Warming atau Climate Change.

Pada tanggal 6 Agustus tahun lalu di Inggris, Yayasan 'The Global Warming Policy' memperingatkan para pembuat kebijakan bahwa energi angin sangat mahal dan cara yang inefisien untuk mengurangi emisi CO2. Bahkan, kemungkinan jumlah emisi CO2 dapat lebih besar dibawah strategi pemerintah dibandingkan skenario alternatif Gas.

Profesor Hughes, melalui GWPF, juga memperhitungkan dampak dari tenaga angin bagi pengeluaran rumah tangga. Dalam analisisnya, ia menyimpulkan dalam pertemuan dengan Komite House of Commons Energy and Climate Change, bahwa target yang dicapai pemerintah untuk pembangkit energi terbarukan akan menaikkan  rekening listrik rumah tangga sebesar 40-60% hingga tahun 2020.
Investasi bagi skenario angin ini akan berjumlah sekitar £124 billion. Tuntutan listrik yang sama dapat mencapai 21,5 GW yang dikombinasikan dengan pembangkit gas, dengan modal biaya £13 billion. "Rata-rata rekening listrik rumah tangga akan naik sebesar £528 per tahun dengan korelasi harga di tahun 2010 hingga kisaran £730 sampai £840 di tahun 2020 dibawah skenario Mixed Wind (kombinasi angin dengan unsur energi lain). Jumlah ini naik sebesar 38% sampai 58% relatif terhadap batas skenario Gas. Jarak ekuivalen untuk skenario lain adalah 29-46% untuk Onshore Wind (pembangkit tenaga angin di darat), dan 40-62% untuk Offshore Wind (pembangkit tenaga angin di lepas pantai) masa depan," lanjutnya.

"Masalah-masalah inti terhadap kebijakan-kebijakan yang berlaku saat ini bagi tenaga angin adalah simpel. Dibutuhkan suatu komitmen yang besar akan investasi terhadap teknologi dimana bukan 'sangat hijau' (green energy), sebagai tindakan mencegah CO2, akan tetapi tentu saja sangat mahal dan tidak fleksibel. Kecuali pemerintah mempertimbangkan ulang komitmennya terhadap tenaga angin, kebijakannya akan lebih buruk  dan akan menjadi blunder," kata Profesor Hughes.




*daerah pantai yang tertutup lumpur
**kompensasi pemakaian listrik
***energi listrik yang didapat dari energi terbarukan