Jumat, 05 April 2013

Energi Angin Jauh Amat Mahal Bagi Jerman

By. Josua Sihotang
5 April 2013
Sumber : Niedersaechsische Nachrichten


Usaha untuk mengerem naiknya harga listrik tak dapat direalisasi karena adanya ketidaksepahaman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebelum Pemilu. Keragu-raguan muncul, kemana revolusi energi akan mengarah. Ancaman angka kematian akibat tingginya biaya energi angin lepas pantai?


Tuntutan Badan Perlindungan Konsumen Menghentikan Energi Lepas Pantai Atau Export Energi Yang Berlebihan.


Untuk melindungi masyarakat dari naiknya harga listrik, pihak Badan Perlindungan Konsumen Jerman di Berlin menuntut untuk menghentikan proyek-proyek baru yang berkaitan dengan Energi Angin Lepas Pantai. "Konstruksi instalasi kincir angin di lepas pantai ternyata lebih banyak salah arah dan teknologi", demikian analisa yang dijabarkan oleh Perhimpunan Badan Perlindungan Konsumen Jerman.

"Secara internasional angin laut yang paling baik terletak dekat pantai, namun karena di Jerman terdapat area Mudflat* maka hal ini tidak berlaku," demikian ahli energi Holger Krawinkel menulis dalam analisisnya. Semakin cepat penarikan dari pengembangan lepas pantai akan disepakati, semakin rendah konsekuensi negatif berkaitan dengan biaya. Hanya setelah pertemuan puncak energi yang gagal dengan Angela Merkel, harus dipertimbangkan  arah perubahannya.

Adapun tenaga angin lepas pantai pada awal feed-in** tarif sangat tinggi dibayar, diharapkan beban tambahan dapat diantisipasi. Biaya akan dibagi berdasarkan per alokasi 'green electricity'*** terhadap harga listrik nasional. Dalam upaya untuk mempercepat koneksi jaringan di laut, juga awal tahun ini,  mengarah ke penilaian khusus, yaitu biaya rumah tangga rata-rata per tahun naik hampir € 9 orang.

Sementara itu, kemarin dikonfirmasi angka dari awal tahun, dimana Jerman yang semakin memperbesar area lahan untuk energi terbarukan angin dan solar mendapat surplus export listrik sejak tahun 2008. Surplus tersebut sebesar 22,8 Terawatt hour (TWh) hampir 4 kali lebih besar dari tahun 2011, demikian statistik dari pemerintah negara bagian di Wiesbaden. Jerman di tahun 2012 menghasilkan surplus perdagangan listrik hingga 1,4 billion euro - walaupun mereka telah menutup 8 instalasi nuklirnya di tahun 2011.

Dalam beberapa tahun terakhir, hanya di tahun 2006 dan 2008 masing-masing memiliki surplus sebesar 22.9 TWh. Namun yang perlu diperhatikan, bahwa biaya energi listrik terbarukan ini membebani konsumen sebesar 20 milliar euro hanya untuk tahun itu saja - menyusul tekanan untuk memotong mahalnya ekspansi offshore. Sejauh ini, pemerintah federal berencana membangun instalasi di North Sea dan Baltic Sea dengan kapasitas 10000 MW hingga tahun 2020 dan bahkan 25000 MW hingga 2030. Hingga saat ini hanya 200 MW saja.

Di bidang industri saat ini diharapkan hanya antara 6000 hingga 8000 MW saja sampai tahun 2020. Terutama di daerah pesisir pantai banyak perusahaan industri offshore yang tidak independen, disinyalir dapat menghasilkan lapangan pekerjaan yang besar.
Hingga tahun 2030, dibutuhkan sekitar 3880 km untuk menghubungkan area lahan energi angin yang berfungsi untuk mengumpulkan listrik dan mengkonversikannya untuk transportasi.

Perdana Menteri Mecklenburg-Vorpommern Selle Ring (SPD) tidak mengabaikan konstruksi lahan sea-wind tersebut. Ia memperingatkan  akan rencana ekspansi tenaga angin ini, "membangun suatu perbedaan buatan antara onshore dan offshore." Instalasi turbin angin di laut lepas pantai diasosiasikan sebagai gangguan terhadap populasi, namun kebalikannya jika melihat angin semakin kencang dan dapat diandalkan.



Keuntungan Bagi Konsumen

Walaupun 8 instalasi nuklir ditutup, republik federal Jerman justru lebih banyak mengeksport listriknya daripada mengimport, akan tetapi para konsumen tidak mendapat keuntungan atas harga eksport listrik ini. Itu sebabnya eksport listrik ini kontradiksi dengan analisa dari badan perlindungan konsumen tersebut, analisa produksi tenaga angin di lepas pantai yang dijelaskan salah baik secara ekonomi dan teknologi.

Ekspansi tersebut secara keseluruhan tidak mempunyai konsep yang masuk akal, bahwa lahan angin offshore yang dibuat ketika kapasitas jaringan belum sempurna untuk mentransportasikan listrik yang dieksport bagi mereka yang membutuhkan  adalah kesalahan fatal secara ekonomi. Jika revolusi energi ingin sukses, masyarakat juga layak diikutsertakan. Pada akhirnya harga listrik semakin lama akan terus membebani rakyat.

Pendapat ini juga sama dengan  yang diutarakan Profesor Gordon Hughes, seorang Profesor Ekonomi dari universitas Edinburgh terkait isu Global Warming atau Climate Change.

Pada tanggal 6 Agustus tahun lalu di Inggris, Yayasan 'The Global Warming Policy' memperingatkan para pembuat kebijakan bahwa energi angin sangat mahal dan cara yang inefisien untuk mengurangi emisi CO2. Bahkan, kemungkinan jumlah emisi CO2 dapat lebih besar dibawah strategi pemerintah dibandingkan skenario alternatif Gas.

Profesor Hughes, melalui GWPF, juga memperhitungkan dampak dari tenaga angin bagi pengeluaran rumah tangga. Dalam analisisnya, ia menyimpulkan dalam pertemuan dengan Komite House of Commons Energy and Climate Change, bahwa target yang dicapai pemerintah untuk pembangkit energi terbarukan akan menaikkan  rekening listrik rumah tangga sebesar 40-60% hingga tahun 2020.
Investasi bagi skenario angin ini akan berjumlah sekitar £124 billion. Tuntutan listrik yang sama dapat mencapai 21,5 GW yang dikombinasikan dengan pembangkit gas, dengan modal biaya £13 billion. "Rata-rata rekening listrik rumah tangga akan naik sebesar £528 per tahun dengan korelasi harga di tahun 2010 hingga kisaran £730 sampai £840 di tahun 2020 dibawah skenario Mixed Wind (kombinasi angin dengan unsur energi lain). Jumlah ini naik sebesar 38% sampai 58% relatif terhadap batas skenario Gas. Jarak ekuivalen untuk skenario lain adalah 29-46% untuk Onshore Wind (pembangkit tenaga angin di darat), dan 40-62% untuk Offshore Wind (pembangkit tenaga angin di lepas pantai) masa depan," lanjutnya.

"Masalah-masalah inti terhadap kebijakan-kebijakan yang berlaku saat ini bagi tenaga angin adalah simpel. Dibutuhkan suatu komitmen yang besar akan investasi terhadap teknologi dimana bukan 'sangat hijau' (green energy), sebagai tindakan mencegah CO2, akan tetapi tentu saja sangat mahal dan tidak fleksibel. Kecuali pemerintah mempertimbangkan ulang komitmennya terhadap tenaga angin, kebijakannya akan lebih buruk  dan akan menjadi blunder," kata Profesor Hughes.




*daerah pantai yang tertutup lumpur
**kompensasi pemakaian listrik
***energi listrik yang didapat dari energi terbarukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar