Sabtu, 22 Juni 2013

Mengapa Cina Bicara Dengan Taliban?

22 Juni 2013
Sumber : Andrew Small FP


Minggu ini Pemerintahan Obama akan mengadakan pertemuan dengan Taliban sebagai langkah untuk menciptakan perdamaian atas perang panjang. Akan tetapi Hamid Karzai tidak mendukung langkah ini, menyebabkan harapan Washington DC menjadi buram. Anehnya kekecewaan Amerika juga diikuti Beijing Cina. 






Cina menyambut baik terobosan dalam proses Qatar, dan melihat penyelesaian politik di Afghanistan semakin penting bagi kepentingan ekonomi dan keamanan di wilayah tersebut. Timbal baliknya, dukungan Cina untuk rekonsiliasi antara Kabul dan Taliban menjadi perangkat diplomatik terhadap masa depan Afghanistan hingga 2014.

Selama tahun lalu, Cina memperluas kontak langsung dengan Taliban terkait isu-isu keamanan  di wilayah Xinjiang - daerah yang berbatasan dengan Afghanistan - terhadap perlindungan investasi sumber daya Cina. 

Sementara Beijing berharap pembicaraan rekonsiliasi berhasil dalam mencegah Afghanistan jatuh kembali dalam perang saudara dan bersiap untuk menghadapi bentuk kekuatan politik lain yang akan muncul sesudah Amerika menarik pasukannya dari Afghanistan.

Sesudah serangan 9/11, Beijing diam-diam menjalin hubungan dengan Quetta Shura, dewan kepemimpinan Taliban yang berbasis di seberang perbatasan Pakistan. Salah satu mantan ofisial Cina menyatakan bahwa selain Pakistan, Cina adalah satu-satunya negara yang menjalin kontak ini. Selama 18 bulan terakhir hubungan keduanya semakin terjalin, dan Cina mulai mengakui keberadaan Taliban dalam pertemuan dengan pemerintah Amerika.
Sumber yang sama mengatakan bahwa wakil-wakil Taliban telah mengadakan petemuan dengan para pejabat Cina baik di Pakistan maupun di Cina sendiri. Meskipun kemungkinan Cina lebih mendukung upaya perdamaian, tampaknya fokus lebih dipersempit pada kelonggaran masalah kemanan daripada rekonsiliasi.

Riwayat hubungan Cina dan Taliban telah lama berlangsung. Gerakan kemerdekaan Uighur  Muslim minoritas Cina selalu menjadi perhatian terbesar. Pada akhir tahun 1990-an, Beijing kawatir pemerintah Taliban di Kabul menyediakan tempat perlindungan bagi militan Uighur yang melarikan diri dari Xinjiang dan mendirikan camp pelatihan di Afghanistan. 

Dalam pertemuan di bulan Desember 2000 di Kandahar, pemimpin Taliban Mohammed Omar meyakinkan Duta Besar Cina untuk Pakistan Lu Shulin bahwa Taliban tidak akan membiarkan kelompok manapun menggunakan wilayahnya untuk melakukan operasi melawan Cina. Sebagai gantinya, Omar meminta 2 hal dari Cina : pengakuan politik formal dan perlindungan dari sanksi PBB.

Tidak ada pihak yang memberikan hasil memuaskan. Taliban tidak mengusir militan Uighur dari wilayahnya walapun melarang Uighur mengoperasikan camp mereka sendiri. Pada saat yang sama, Cina bersikap abstain di Dewan Keamanan PBB atas sanksi yang menargetkan jaringan perdagangan Taliban, bahkan Cina tidak menggunakan hak vetonya. Beijing menangguhkan keputusannya untuk mengakui Taliban secara diplomatik. 

Bagaimanapun juga mereka menyadari bahwa mereka bisa melakukan bisnis bersama. Cina bahkan menandatangani  kesepakatan ekonomi di Kabul di saat serangan terhadap Menara Kembar dan Pentagon terjadi. Sejak itu Cina telah menjalin hubungan kerja yang baik dengan pemerintah Karzai tanpa pernah dikaitkan dengan pemberontakan.

Saat ini, prioritas Cina tetap kepada wilayah di bawah kendali Taliban tidak akan berfungsi sebagai basis gerakan bagi kelompok-kelompok militan Uighur. Sisa-sisa kelompok pejuang Uighur - mungkin sekitar 40 orang - terutama yang berada di daerah Waziristan Utara Pakistan, wilayah terpencil di bawah pengaruh seorang komandan yang memiliki hubungan baik dengan Taliban Afghanistan dan Pakistan.

Cina mencari jaminan bahwa keberadaan militan Uighur tidak akan berkembang pada skala yang lebih besar lagi. Ini juga dimaksudkan untuk melindungi investasi multi-miliar dolar di Afghanistan dari serangan Taliban.  Proyek ekonomi terbesar Beijing, tambang tembaga Aynak, berada di wilayah jaringan Haqqani, sebuah kelompok pemberontak yang bersekutu erat dengan Taliban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar