Sabtu, 20 Agustus 2011

Apakah Israel Penganut Apartheid?


By. Josua Sihotang
19 Agustus 2011


  Mantan Presiden US Jimmy Carter pernah berkata, "Tidak diragukan lagi, bahwa Israel menguasai tanah Palestina. Ini adalah satu contoh Apartheid." Hal ini kontradiktif dengan pernyataan dia yang memuji sikap Israel terhadap pengungsi-pengungsi Vietnam di tahun 1977. Berlawanan dengan itu, mari kita dengar komentar Kopral Eleanor Joseph, seorang gadis Kristen Arab yang menjadi pasukan penerjun payung Israel. Katanya, "Jika seseorang berkata pada saya bahwa IDF (Israel Defence Force) membunuhi orang-orang Arab, saya akan mengingatkan mereka bahwa orang Arab yang membunuhi orang Arab." Eleanor lahir di Haifa, walau demikian ia ingat bagaimana pasukan Hezbollah meluncurkan roket ke daerah Arab lainnya. Sebagai catatan, ia adalah wanita Arab pertama yang bergabung di militer Israel. Akan tetapi, bagaimana mungkin? Bukankah Israel dicap sebagai negara Apartheid?

  Dalam parlemen Knesset (cabang legislatif dari pemerintah Israel yang bertugas memilih Presiden dan Perdana Menteri, menyetujui kabinet, menyetujui undang-undang serta supervisi kinerja pemerintah) duduk anggota-anggota parlemen Israel yang berkebangsaan Arab sejak pemilihan pertama tahun 1940an. Hingga kini telah 63 orang Arab yang melayani di parlemen, bahkan ada yang menjadi pembicara Deputi. Ada juga seorang pemuda Ethiopia yang mengaku keturunan Yahudi dan meminta suaka ke Israel karena sikap Zionismenya. Sebut saja Shlomo Mula, besar di kampung Macha, daerah utara Ethiopia. Di bulan Februari 2008 ia dinobatkan menjadi orang Ethiopia kedua yang terpilih duduk di Knesset.

  Lain halnya dengan  Haneen Zoabi, wakil dari partai Balad. Dilantik di tahun 2009, ia menjadi wanita Arab Palestina pertama di Knesset. Walau demikian, ia menolak mengikuti protokol acara pelantikan dengan keluar ruangan sidang ketika lagu nasional Israel 'Hatikva' dikumandangkan. Ia menganggap bahwa Israel tidak mewakili dirinya sebagai seorang Arab Palestina. Dengan gelar Master of Art dari Hebrew University of Jerusalem, ia tidak mencerminkan seorang anggota parlemen Israel. Di tahun 2010, ia ikut berpartisipasi dalam aksi "Gaza Flotilla" dengan ikut bergabung bersama para aktivis dari manca negara di kapal 'Mari Marvara'. Ia dianggap sebagai penghianat oleh anggota parlemen lainnya. Ia mengecam keras aksi razia pasukan Israel terhadap kapal tersebut dengan sebutan 'Operasi Militer Bajak Laut'.

  Contoh-contoh di atas adalah sebagian sikap pemerintah Israel yang mengakui penuh keberadaan orang-orang Arab di Israel maupun di Gaza. Artinya, penduduk Arab (Arab Israel) punya hak untuk ambil bagian dalam pemerintahan, seperti pemilihan umum. Wanita-wanita Arab di Israel juga memiliki kebebasan penuh dibandingkan wanita-wanita di negara Arab lainnya. Mereka boleh memilih bajunya sendiri, boleh mengecam pendidikan hingga tingkat tinggi, boleh menjadi tentara, menjadi politikus, bahkan bebas bersuara walau melawan pemerintah. Orang-orang Palestina juga diijinkan untuk bekerja dan menerima penghasilan yang hampir sama dengan rekan-rekan Yahudi mereka.
Tap bagaimana mungkin. Bukankah Israel adalah negara Apartheid?

  Sesuai definisinya, Apartheid adalah sistem kebijakan dari pemisahan atau diskriminasi berdasar atas ras. Apartheid berlangsung di Afrika Selatan antara tahun 1948 hingga 1991. Melalui sistem ini, hak-hak keturunan asli kulit hitam Afrika Selatan dibatasi dan kekuasaan minoritas  kulit putih dipertahankan. Daerah pemukiman dipisah, bahkan kadang dengan cara paksa. Dari tahun 1970, orang kulit hitam tidak diberi kewarganegaraan penuh, dalam arti mereka tidak dapat mengikuti pemilihan umum. Pemerintah saat itu juga memisahkan pendidikan, perawatan medis, layanan publik lainnya, dan orang kulit hitam diberikan pelayanan yang rendah.
Apakah demikian yang terjadi di Israel??

  Di tahun 2007, pengungsi-pengungsi asal Sudan datang ke perbatasan Israel akibat konflik agama yang berkepanjangan. Sementara seluruh dunia menutup mata akan pembantaian di Darfour Sudan, pemimpin Hamas dan Hezbollah memuji Presiden Sudan (sebelum Sudan Selatan berdiri). Negara Israel yang kecil mengijinkan 25000 pengungsi-pengungsi asal Afrika (termasuk Sudan) untuk mencari suaka. Mayoritas adalah korban pembunuhan besar-besaran oleh muslim. Mereka tidak meminta suaka ke negara muslim tetangga, seperti Mesir atau Libya, karena justru di sana mereka mendapat perlakuan rasis dan bahkan juga dibunuh.
Sebagai bangsa yang selamat dari pembantaian besar-besaran, Israel berempati penuh disaat negara-negara lain diam. Jadi pemerintah Israel mengijinkan mereka masuk dan memohon kepada beberapa organisasi sosial lokal untuk membantu para pengungsi. Kemurahan hati di seluruh pelosok Israel, contohnya Carmel Shelter, dengan suka cita membantu.

  Sebenarnya, anak-anak yang lahir di Israel dari berbagai suku akan selalu menjadi bagian dari Israel. Kita contohkan saja apa yang terjadi di tahun 1977, ketika sebuah perahu yang dipenuhi pengungsi-pengungsi Vietnam ditemukan oleh kapal barang Israel. Keputusasaan dari pengungsi-pengungsi itu diabaikan oleh kapal-kapal lain, seperti kapal Jerman, Norwegia, Jepang, Panama. Tetapi orang Israel tidak ragu untuk mengangkut para pengungsi ke Israel dan mengesahkan mereka menjadi warga negara Israel.
Tapi...bagaimana mungkin? Muslim?Orang Asia Timur?Orang Afrika?
Bukankah Israel Negara Apartheid??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar